Budiman Sudjatmiko
Budiman Sudjatmiko
"Kerja jauh dari usai, dan pengharapan selalu lebih panjang dari nafas..."

Bergabung


Berlangganan Newsletter

Dapatkan update newsletter dari budimansudjatmiko.net:

'Tumbal' Orde Baru
24 Feb 2014
Tidak sedikit pula dari mereka yang ditahan tanpa alasan yang jelas. Bahkan disebut, ada yang diculik dan disiksa secara fisik dan diteror secara mental.

Budiman Sudjatmiko, pria kelahiran Cilacap 10 Maret 1970 ini mulai terlibat dalam gerakan mahasiswa sejak duduk di bangku kuliah. Selama 4 tahun ia menjadi community organizer yang bertugas melakukan proses pemberdayaan politik, organisasi, dan ekonomi di kalangan petani dan buruh perkebunan di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Budiman di dalam melakukan kegiatannya sering secara gerilya karena tingginya resistensi dan tekanan dari pihak militer dan pemerintah. Ketika Budiman menjalankan kegiatan organisasi bawah tanahnya, ia masih tercatat sebagai mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM).

Sejak awal, PRD mengambil sikap oposisi terhadap pemerintahan Orde Baru. Karena kegiatannya yang sering membahayakan posisi pemerintah, putra sulung pasangan Warsono dan Sri Sulastri ini pernah dianggap sebagai "the most dangerous person in this country" dan memperoleh stigma sebagai "the public enemy number one". Sejak saat itu, banyak anggota PRD dan orang-orang yang berafiliasi dengannya menerima teror dan tekanan. Tidak sedikit pula dari mereka yang ditahan tanpa alasan yang jelas. Bahkan disebut, ada yang diculik dan disiksa secara fisik dan diteror secara mental.

Tanggal 22 Juli 1996, PRD mengeluarkan manifesto perlawanan terhadap kekuatan Orde Baru. Manifesto perlawanan 22 Juli 1996 tersebut di antaranya secara tajam menyerang dan mengkritik kondisi politik dan kondisi sosial-ekonomi di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Kondisi politik yang dikritik adalah model pemerintahan Orde Baru yang jauh dari sistem demokratis. Sementara kondisi sosial-ekonomi yang dikritik adalah kesenjangan sosial akibat kebijakan berorientasi pertumbuhan, dengan melupakan pemerataan dan distribusi yang adil.

Di samping itu, Manifesto ini juga menyinggung-nyinggung masalah korupsi dan kolusi yang menjamur di birokrasi pemerintahan. Di usia awalnya itu pula, partai ini mulai membela dan mengadvokasi petani-petani pedesaan dalam membela hak atas tanah. Urusan ini, secara umum ditangani oleh STN (Serikat Tani Nasional), underbouw PRD. Mobilisasi massa untuk demonstrasi dan protes pun tak jarang terjadi, yang tak hanya melibatkan petani, tetapi juga buruh, LSM, dan 
Aktivis dari organisasi lain.

Di samping mengadvokasi dan mengorganisasi petani dan buruh, salah satu tindakan PRD yang membuat pemerintah Orde Baru semakin kebakaran jenggot adalah pernyataan dukungan PRD yang diberikan pada gerakan kemerdekaan Timor Timur.

Nama 
Budiman Sudjatmiko mulai dikenal secara luas oleh publik pada tahun 1996, saat ia mendeklarasikan Partai Rakyat Demokratik (PRD), sebuah partai politik yang berhaluan sosialis-demokrat. Oleh sebab itu, partai ini juga sering disebut sebagai partai yang mengusung gerakan komunis. Pendirian PRD diprakarsai oleh sejumlah intelektual dan Aktivis muda termasuk mahasiswa. Di organisasi ini, Budiman Sujatmiko terpilih sebagai ketua. Sejak 1997, karena popularitas PRD yang semakin meningkat, dan juga kondisi sosial-ekonomi serta politik yang mulai tidak stabil, rezim 
Soeharto mulai melakukan penindasan terhadap berbagai gerakan politis yang dianggap subversif, apalagi yang dianggap kekiri-kirian atau komunis. Salah satu korbannya termasuk PRD.

Ketika terjadi insiden perebutan paksa kantor DPP PDI di jalan Imam Bonjol, Jakarta pada 27 Juli 1996 antara kubu PDI Pro Megawati Soekarnoputri dengan kubu Soerjadi, nama Budiman Sujatmiko sebagai ketua PRD saat itu ikut terseret. Ia merupakan orang pertama yang dicari pemerintah atas tuduhan sebagai aktor intelektual di balik peristiwa berdarah itu. PRD dan Soedjatmiko juga dihujat berbagai organisasi sebagai dalang kerusuhan dan dituduh menerapkan cara-cara PKI.

Organisasi seperti Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) tak ketinggalan menelurkan pernyataan sehari setelah Presiden Soeharto menjelaskan soal 27 Juli di Istana Negara. ICMI secara tegas menyatakan menolak konsep dan tindakan PRD dan semua pendukungnya. Atas tuduhan tersebut, Budiman dijadikan tersangka karena dinilai bertanggung jawab dalam insiden yang kemudian dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli itu. Oleh penguasa Orde Baru, pria berkacamata itu dijatuhi vonis 13 tahun penjara dan mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur. Ketika di penjara, ia sempat satu penjara dengan Xanana Gusmao, pemimpin gerakan pro-kemerdekaan Timor Timur yang pernah menjadi Presiden Timor Leste dan Perdana 
Menteri Timor Leste.

Pasca-lengsernya 
Soeharto dan kemudian digantikan oleh Habibie, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan tanpa syarat para tahanan politik yang ditahan. Ia dan para tersangka lain dari Peristiwa 27 Juli diberi ampunan dan dibebaskan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 10 Desember 1999. Sementara, untuk kasus itu sendiri hingga saat ini tidak pernah diusut secara tuntas.

Setelah menghirup udara kebebasan, ia pun melanjutkan kepemimpinannya di PRD hingga tahun 2001. Namun kegiatan Budiman dalam bidang politik tak sebanyak pada masa Orde Baru. Pada tahun 2002, Budiman memutuskan untuk meninggalkan PRD dan lebih tertarik untuk melanjutkan studinya. Universitas Cambridge di Inggris menjadi kampus tujuan Budiman untuk menimba ilmu tentang hubungan internasional. Budiman menyandang gelar master hubungan internasional setelah sebelumnya merampungkan tesis yang mengupas masalah politik luar negeri China.

Dalam perjalanan politik Budiman selanjutnya, ia kemudian semakin dekat dengan PDI Perjuangan. Persinggungan Budiman Sujatmiko dengan PDI Perjuangan diawali ketika dia bersama 52 
Aktivis lainnya mendeklarasikan Relawan Pejuang Demokrasi (Repdem), 3 Februari 2004. Sejarah Repdem berawal menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004 putaran II. Pada waktu itu, salah seorang akivis PDI-Perjuangan menilai Megawati sebagai representasi sipil yang berkompetisi dengan SBY sebagai simbol militer. Meskipun hubungan 
Budiman Sudjatmiko dengan Megawati dalam politik bukanlah hal baru.

Pada 1996, Megawati pernah menjadi saksi mengenai keterlibatan Budiman dalam kasus tuduhan makar dan penyebaran paham komunisme. Budiman juga dianggap sebagai "tumbal" yang membuka gerbang pertama bagi Megawati untuk duduk di pucuk pimpinan partai berlambang banteng setelah sebelumnya tidak direstui pemerintah.

Budiman Sujatmiko memiliki alasan mengapa dirinya memilih bergabung dengan PDI-Perjuangan. Menurutnya, selain adanya kesamaan platform dan ideologi antara PDI-Perjuangan dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD) yaitu sama-sama membela masyarakat kecil, Budiman juga memandang bahwa sudah saatnya dirinya berjuang di jalur partai besar agar tujuan yang dikehendakinya mudah direalisasikan.

Pada Pemilu 2009, Budiman dipercaya duduk sebagai anggota Badan Pemenangan Presiden PDI-P yang diketuai oleh Theo Syafei. Beredar isu bahwa, Budiman Sujatmiko ini merupakan "anak emas" Megawati yang digadang untuk membesarkan partai tersebut. Masuknya Budiman ke PDI-Perjuangan juga diharapkan memperkuat citra PDI-Perjuangan sebagai partainya "wong" cilik, karena ideologi sosdem (sosial demokrat) banyak diperjuangkan Budiman semasih aktif di PRD.

Budiman yang dalam struktur kepengurusan PDI Perjuangan menjabat sebagai Ketua Departemen Pemuda PDI-Perjuangan dicalonkan sebagai anggota legislatif untuk Daerah Pemilihan (dapil) Jawa Tengah VIII. Dalam pemilu legislatif tersebut, Budiman memperoleh suara terbanyak melebihi ambang batas Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) yang disyaratkan KPU sehingga dia terpilih mewakili PDI-Perjuangan untuk dapil tersebut.

Sejak ia terpilih sebagai anggota DPR periode 2009-2014, tak banyak yang berubah dari pria yang pada Juli 2005 mengakhiri masa lajangnya dengan memperistri Kesi Yovana, seorang aktivis Imparsial. Ia tetap sebagai sosok yang bersahaja. Karena itu, ketika ada rencana kenaikan gaji petinggi negara, termasuk anggota Dewan, hal itu menjadi sorotan khusus bagi Budiman. Menurutnya, program itu bukanlah prioritas. "Kita berpikir bahwa itu bukan prioritas kita dalam berbangsa dan bernegara lima tahun ke depan," jelas 
Direktur eksekutif Res Publica Institute ini.

Berbeda dengan wakil rakyat lain, untuk menunjang mobilitas dan memenuhi agenda kegiatannya yang padat, Budiman memilih naik ojek. "Saya masih biasa makan di pinggir jalan," ucap ayah satu anak ini. Ia juga masih tinggal di rumah sederhana di kawasan Salemba, Jakarta Pusat. Dengan duduk di kursi DPR, Budiman bertekad tetap dengan prinsip lamanya, yakni berjuang membela rakyat.

Prinsip Budiman untuk terus membaktikan diri sepenuhnya demi kepentingan rakyat direalisasikannya dengan mendirikan rumah aspirasi yang bekerja secara optimal melaksanakan pendidikan politik bagi rakyat. Dengan menempati rumah kontrakan di Bumi Arca Estate, Purwokerto, Jawa Tengah, rumah inspirasi itu telah berhasil menyelesaikan kasus-kasus tanah yang selama ini menjadi polemik di kalangan petani di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah.

Bahkan untuk menjalankan seluruh tugas dari rumah aspirasi yang dibangunnya, Budiman Sujatmiko rela menggunakan dana pribadinya hingga Rp 20 juta per bulan untuk operasional kegiatannya. 
Direktur Rumah Aspirasi Budiman, Jarot Setyoko, seperti dikutip dari situs metrotvnews.com mengatakan, rumah aspirasi Budiman merupakan kontrak politik Budiman Sujatmiko dengan konstituennya agar aspirasi warga tidak terputus.

Tolak PKS Award
Budiman sempat direncanakan akan diberikan penghargaan pemimpin muda bersama 99 pemuda lainnya oleh Partai Keadilan Sejahtera. Namun, Budiman menolak namanya diikutsertakan dalam peraih penghargaan itu. Salah satu yang diketahui menjadi alasan Budiman adalah karena PKS mengiklankan mantan penguasa Orde Baru Soeharto sebagai guru bangsa saat peringatan Hari pahlawan tahun 2008. Menurut Budiman, tidak ada masalah penggunaan Soeharto dalam iklan tersebut, tapi yang menjadi masalah adalah, penguasa Orde Baru itu disebut sebagai guru bangsa. Padahal guru bangsa menurut Budiman jauh memiliki makna, di mana perilakunya harus menjadi inspirasi moral bagi setiap anak bangsa.

"Jangan lupakan korupsinya, kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pada masa kekuasaannya. Masa yang tadinya dijelek-jelekkan tiba-tiba dijadikan malaikat. Jadikan saja manusia biasa," kata Budiman dalam diskusi "Iklan Politik, Tokoh Nasional Milik Siapa?" di DPR, Jumat (14/11/2008).

Di samping alasan itu, ia juga mempertanyakan kriteria PKS yang menempatkan dirinya sebagai salah satu pemimpin muda. "Saya sendiri belum tahu sampai sekarang PKS akan memberikan award kepada saya. Saya juga tidak tahu kriterianya seperti apa. Saya juga tidak bisa berkomentar tentang pemberian award ini. Saya hanya mendapatkan undangan untuk bisa menghadiri acara itu. Saya memang memimpin (Repdem), organisasi sayap PDI-P, tapi kalau dikatakan pemimpin muda secara level nasional, saya rasa tidaklah pantas," tutur Budiman seperti dikutip dari situs persda network.

Budiman menilai, untuk menjadi pemimpin nasional dibutuhkan syarat-syarat tertentu, seperti memiliki komitmen, integritas, pengorbanan, kapasitas dan misi jangka panjang. "Nah, saya sendiri merasa belum sepenuhnya bisa menenuhi kriteria yang saya maksudkan itu. Saya berterima kasih pada PKS atas keinginannya memberikan award kepada saya. Tapi, sekali lagi saya katakan, belumlah pantas mendapatkannya," lanjut Budiman. e-ti | muli, red

© ENSIKONESIA - ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

Sumber: Tokoh Indonesia
Copyright © tokohindonesia.com

 

 

Print Friendly and PDF

Sosialisasi UU Desa bersama Budiman Sudjatmiko di Kab Subang

Indonesia ialah satu republik yang pemimpinnya tahu apa yang semestinya mereka raih. Sayangnya banyak di antara mereka diayun kebimbangan diri untuk menuntaskan pekerjaannya....

Berita tentang Budiman Sudjatmiko dan hal-hal lain yang menjadi perhatiannya.

Berita tentang Budiman Sudjatmiko dan hal-hal lain yang menjadi perhatiannya.